“Bapak, aku pengen mukena baru”,
kalimat itu terus terngiang-ngiang dipikiranku. Suara putriku, Ani. Gadis 8
tahun itu ingin mukena baru untuk bulan Ramadhan nanti. Semenjak kematian
Ibunya 3 tahun yang lalu, hal-hal mengenai sandang bahkan mukena pun tak
dihiraukannya. Dipikirannya hanya bagaimana anaknya bisa makan, tidur, dan
bersekolah. Walaupun dengan seragam ataupun makan sederhana.
“Bapak, aku pengen mukena baru.
Lihat ini sobek dan berjamur di lingkar muka, masak sholat mukenanya udah jelek
gini pak, apalagi kalau ke masjid, jadi
keliatan makin jelek kalau dibandingin sama yang lain’’, kata Ani merengek.
Sang ayah hanya tersenyum sambil melihat-lihat kondisi mukena yang
diperlihatkan anaknya. “iya nak, tunggu berkah Ramadhan itu datang ya nak”,
batinnya. Si bapak memang tak pernah tega berucap hanya sekedar mengiyakan atau
menyuruhnya untuk bersabar dulu.
“Aku ini pemulung, sekedar untuk
membeli air mineral 500 rupiah saja aku berpikir ribuan kali, mending disimpan
untuk makan”, gumamnya.
Dibawah terik mentari ia kayuh
sepeda tuanya menuju kawasan perumahan, siapa tahu banyak sampah yang lebih
berharga yang kemudian dapat terjual dengan lebih tinggi. Sebenarnya,
sehari-hari ia memulung dengan berjalan kaki, dengan jangkauan 7-10 desa
perhari ia mampu. Dan tempat pengepul sampah menjadi tujuan akhir. Tiba disuatu
perumahan, tanpa piker panjang ia segera menuju bak sampah disetiap depan
rumah. Benar dugaannya, ia mendapatkan beberapa peralatan rumah tangga berupa
panci, dan beberapa alat elektronik yang mungkin ini sudah rusak dan si pemilik
membuangnya begitu saja. “wah ini pasti lumayan kalau dijual lagi”, gumamnya
sambil memutar-muta volume radio yang ia temukan di bak sampah tersebut. Sudah
mati memang. “Semoga bisa aku perbaiki nanti dirumah, lalu aku jual di barkas,
pasti lumayan”, iya, dia juga melayani service elektronik sebagai sampingan di
rumahnya, namun seiring perkembangan jaman banyak orang lebih memilih membeli
barang baru daripada mencoba memperbaikinya dulu. Maka dari itu ia beralih
profesi sebagai pemulung.
Menuju kerumah berikutnya, ia
koyak-koyak bak sampahnya, “ah…hanya sisa-sisa makanan”. Ia tak patah semangat,
perkataan berikut permintaan hingga rengekan sang putri terus terngiang di
kepalanya. Tiba di rumah yang ketiga bak sampahnya masih kosong. Di rumah ke
empat, ia menemukan bak sampah yang penuh sisa-sisa makanan dalam kardus-kardus
kotak. Beberapa ada ayam yang goreng yang masih lumayan utuh, tanpa pikir
panjang ia masukkan ke dalam kantong plastic yang khusus ia bawa disaat
memulung untuk makanan yang masih layak untuk ia dan putrinya makan. Demi
apapun juga, ia tak sampai hati memberi putrinya makanan sisa bahkan dari bak
sampah, tapi apa daya, ia takut tak dapat membeli makanan hingga sarapan besok.
Dan putrinya pun memaklumi serta dengan senang hati menerima segala makanan
yang ia dapatkan dari bapaknya.
Hingga di rumah terakhir di
perumahan tersebut ia berhasil mengumpulkan berbagai barang yang menurutnya
mungkin akan bernilai lebih jika dijual di pengepul nanti. Tak terasa sudah
sore, ia bergegas menuju ke pengepul. “Alhamdulillah, penghasilan hari ini
lumayan, 50.000 ribu ditangan, ia bergegas pulang untuk memberikannya kepada
putrinya bahwa Allah sudah turunkan rezeki lebih untuk membeli mukena.
Diperjalanan pulang, ia tak lupa
mampir ke warung seperti biasa untuk membeli nasi dan sayur, syukur tadi dapat
ayam. Dia hanya membeli sebungkus, ia rela tak makan cukup membeli roti seharga
seribu rupiah dan ia lahap langsung di warung. Ia tak mau mengurangi
penghasilannya hari ini hanya untuk urusan perutnya yang mungkin tak akan
pernah merasa kenyang. Sambil menikmati rotinya dan duduk-duduk sekedar melepas
lelahnya, ia melihat seorang ibu-ibu yang menggendong anaknya dengan merengek
memohon kepada penjaga warung agar diperbolehkan berhutang beras dan obat demam
untuk anak yang ia gendong. Sepertinya ibu ini sudah kerap berhutang dan
beberapa belum dilunasi. Entah bagaimana, si bapak langsung menghampiri ibu
tersebut dan berkata, “bu ini ada sedikit uang 40.000, mohon diterima kiranya
cukup untuk membeli makan dan obat untuk anak ibu, saya ikhlas, ambil saja”
entahlah, ia sangat mengerti bagaimana rasanya di posisi ibu tersebut,
“mengenai mukena, biar Allah yang mengatur, belum waktunya saja”, batinnya.
Sesampai dirumah, ia segera
memanggil putrinya untuk menyuruhnya makan. Sekali lagi, “bapak, aku pengen
mukena baru, kapan belinya, sebentar lagi Ramadhan tiba”, rengek putrinya. “iya
nak, sebentar lagi ya, kalau sudah ada uang kita ke toko, pilih mana yang kamu
suka”, kata bapak menenangkan hati putrinya. “ asyiik, bener ya pak”, seru
putrinya. Dan sang bapak hanya tersenyum mengakhiri perbincangan tersebut
kemudian menuju kamar mandi dengan sisa-sisa tenaganya.
Tengah malam ia tunaikan 2 rakaat
seperti biasanya, ia selipkan doa khusus mengenai mukena tersebut, ia uraikan
keinginan putrinya ke Allah, “Ya Allah, Tuhan yang Maha pemberi rezeki dan
mengatur segalanya, putriku hanya ingin layak ketika menyembahmu di setiap 5
waktunya dan tarawihnya nanti, maka perkenankanlah Engkau kabulkan keinginan
putriku untuk memiliki mukena baru. Aamiin”, doanya sambil meneteskan air mata.
Keesokan harinya ia memulung lagi
di perumahan namun berbeda dari tempat sebelumnya, berharap ia beruntung
seperti kemaren. Sampai dirumah pertama ia tak menemukan apa-apa, di rumah
kedua ia melihat seorang perempuan yang sedang membuang sampah, ia pun
mengucapkan salam dan permisi untuk memulung di bak sampahnya. Perempuan
tersebut mempersilakan bahkan mengajak si bapak berbincang-bincang hingga pada
akhirnya si bapak bercerita mengenai keinginan putrinya. “Pak, kebetulan
dirumah saya ini produksi mukena untuk anak-anak dan remaja, kalau berkenan,
silakan kedalam atau ajak anak bapak kesini untuk melihat-lihat mukenanya,
siapa tahu putri bapak suka”, katanya perempuan tadi. “ Wah mbak, putri saya
pasti senang sekali, tapi tunggu saya dapat uang dulu”, jawab si bapak. “Bapak
tidak perlu bawa uang kok, saya beri
gratis, beberapa hari lagi puasa, anggap ini kejutan sebelum Ramadhan untuk putri
bapak dari Allah melalui saya”, dengan ramah perempuan itu menjelaskan.
“Alhamdulillah, ini serius mbak? Terima kasih banyak, kalau begitu saya
langsung pulang saja nanti sepulang putri saya sekolah langsung saya ajak
kesini, semoga Allah membalas kebaikan mbak dengan berbagai kejutan baik
lainnya, sekali lagi terima kasih mbak, terima kasih”, ucap bapak sambil tak
henti-hentinya melepaskan salamannya. Ia bergegas pulang dan menunggu putrinya
pulang.
Putri cantiknya pun tiba juga di
rumah. “Nak, cepat mandi, ayo ikut bapak, kamu pilih mukena kesukaanmu” katanya
dengan senyum-senyum menatap muka anaknya. “wah, bener pak? Bapak sudah punya
uang?” tanyanya dengan riang. Bapaknya hanya mengangguk dan putrinya pun
langsung bergegas mandi dengan riangnya.
Sesampai di rumah perempuan tadi,
dengan bahagianya, putrinya memilih mukena kesukaannya. Bahkan perempuan tadi
menyuruhnya untuk memilih 2 mukena untuk ia bawa pulang. Tak henti-hentinya si
bapak mengucapkan terima kasih dan rasa syukurnya kepada Allah.
Ini sungguh menjadi kejutan
sebelum Ramadhan bagi putri dan dirinya sendiri.
1 comments:
Selalu ada jalan keluar untuk orang tua yang menyayangi anaknya. Cerita yang menyentuh sekali. Selamat atas kemenangan cerpen ini, sampai akhirnya dibukukan. :))
Post a Comment