"mampus kau dikoyak koyak sepi" sia sia 1943
Yogyakarta
penggalan sajak yang luar biasa menusuk batinku saat pertama kali membacanya, entah kapan tepatnya aku lupa. tapi tak lepas dari ingatan betapa mengenanya dan membuat aku bergumam, "kejam kau, Chairil Anwar!"
hari ini, tanggal 26 Juli 2013 dideklarasikan sebagai Hari Puisi Nasional bertepatan dengan hari lahir pujangga besar kita Chairil Anwar.
pertama aku mengenal "rasanya" disentuh oleh puisi, sajak, sastra, whateverlah itu, ya dari Chairi Anwar.
mungkin dari awal SMP hingga usiaku kini yang 21 tahun, kagum ku makin berlebih, bosan membaca karya-karyanya?? ah, tentu tidak!
diwaktu senggangku, entah seluncuran di dunia maya atau menjelajah toko buku, aku sambangi karya-karyanya. juga beberapa orang hebat lainnya, seperti Kahlil Gibran, Pramoedya Ananta Toer, dan masih banyak lagi.
jujur saja, aku tak pandai membuat puisi, tapi aku terus selalu berusaha menulisnya, walaupun sering berbelok tajam menjadi sebuah tulisan yang "bukan puisi" haha
tapi menurutku, membaca puisi itu sudah cukup membahagiakan (atau apa ya istilahnya, pokoknya rasanya gimanaa gitu)
segelintir orang mengatakan, "puisi itu identik dengan orang galau" iiiihh...enggak! kali aja situ yang baca menghayati banget karena situ yang galau sendiri dan ngrasa tertusuk sama itu puisi, LOL!
tapi, memang, banyak orang kalau lagi galau, malah bisa produksi puisi yang aduhai, perasaan dan pikiran nyatu dengan kata-kata yang terotomatis terolah oleh rasa (duh berat!) maka terbitlah puisi-puisi cantik nan kejam, efek dari galau itu.
Sia sia
Penghabisan kali itu kau datang
Membawaku kembang
berkarang
Mawar merah dan
melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.
Lalu kita sama
termangu
Saling bertanya:
apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak
mengerti
Sehari kita bersama.
Tak hampir-
menghampiri
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
Februari 1943, Chairil Anwar
Membawaku kembang
berkarang
Mawar merah dan
melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.
Lalu kita sama
termangu
Saling bertanya:
apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak
mengerti
Sehari kita bersama.
Tak hampir-
menghampiri
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
Februari 1943, Chairil Anwar
Terima kasih Chairil Anwar, kau berhasil menginspirasiku, sungguh berhasil.
pict source: google.com
2 comments:
Selamat Hari Puisi Nasional!
Saya juga mengidolakan beliau, tapi tak pandai merajut kata dalam bentuk puisi atau sajak .:3
Selamat Hari Puisi Nasional :)
sama kok kak, aku pun juga, hebat lah mereka yang pandai...
Post a Comment